Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
sumber http://www.almanhaj.or.id
Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashidruddin Al-Albani ditanya : Anda menyebutkan
dalam kitab Shalat Nabi, dari hadits Abu Hurairah, tentang di
nasahkkannya (dihapuskannya) bacaan Al-Fatihah dibelakang Imam yang
sedang shalat jahar. Kemudian anda mengeluarkan hadits ini, dan anda
sebutkan bahwa hadits tersebut mempunyai penguat dan hadits Umar.
Akan tetapi dalam kitab Al-I'tibar Fi An-Nasikh wa Al-Mansukh yang
dikarang oleh Al-Hazimii disebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan
oleh seorang yang tidak dikenal (majhul), dimana tidak ada yang
meriwayatkan dari si majhul ini kecuali hadits tersebut, dan
seandainya hadits ini tsabit, yang berisi larangan untuk membaca Al-
Fatihah di belakang imam yang sedang membaca ayat, maka bagaimana
pendapat anda tentang perkataan Al-Hazimi ?
Jawaban
Ini adalah perkara yang diperselisihkan oleh para ulama dengan
perselisihan yang banyak. Dan perkataan Al-Hazimi ini mewakili para
ulama yang berpendapat wajibnya membaca Al-Ftihah di belakang imam
yang menjaharkan bacaannya.
Di dalam perkataannya ada dua sisi ; yang pertama, dari sisi hadits,
yang kedua dari sisi fiqih
Adapun dari sisi hadits, ialah tuduhan cacat terhadap ke shahihan
hadits tersebut dengan anggapan bahwa di dalam hadits tersebut
terdapat seorang yang majhul (tidak dikenal). Akan tetapi kemajhulan
yang di maksud ternyata adalah seorang perawi yang riwayatnya
diterima oleh Imam Az-Zuhri. Tentang perawi ini, memang terdapat
banyak komentar mengenai dirinya, akan tetapi mereka menganggap
tsiqah (terpercaya), disebabkan pentsiqohan Imam Az-Zuhri, bahkan
beliau telah meriwayatkan hadits darinya.
Dan hadits ini ternyata mempunyai penguat-penguat lain yang
mewajibkan kita untuk menguatkan pendapat para ulama yang tidak
membolehkan membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca dengan
jahar.
Yang paling pokok dalam hal ini, adalah firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
"Artinya : Dan jika dibacakan Al-Qur'an maka perhatikanlah, dan
diamlah, agar kalian mendapat rakhmat" [Al-A'raaf : 204]
Pendapat seperti ini merupakan pendapat Imam Ibnul Qayyim, Ibnu
Taimiyah dan lain-lain. Setelah mengkompromikan semua dalil yang ada
akhirnya mereka menyimpulkan bahwa makmum wajib diam ketika imam
menjaharkan bacaan, dan (makmum) wajib membaca ketika imam membaca
perlahan.
Masalah sepelik ini tidak boleh disimpulkan hanya berdasarkan satu
dua hadits saja. Tapi harus dilihat dari semua hadits yang berkaitan
dengan masalah ini.
Maka seandainya kita berpendapat wajibnya membaca Al-Fatihah di
belakang imam ketika jahar, ini jelas-jelas bertentangan dengan
berbagaii masalah dan dalil, dimana tidak mungkin bagi kita
menentang dalil-dalill tersebut.
Dalil yang pertama kali kita tentang adalah firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala : "Dan jika dibacakan Al-Qur'an maka perhatikanlah dan
diamlah", darii perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Bahwasanya dijadikan imam itu untuk diikuti, jika ia
bertakbir, maka bertakbirlah, dan jika ia membaca, maka diamlah"
Termasuk juga satu pertanyaan bahwa jika seorang (makmum) mendapati
imam dalah keadaan rukuk, maka ia telah mendapat satu rakaat,
padahal dia ini belum membaca Al-Fatihah. Oleh karena itu hadits.
"Artinya : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah"
Dan hadits-hadits lain yang semakna adalah merupakan dalil khusus,
bukan dalil secara umum. Dan satu hadits (dalil) jika telah bersifat
khusus, maka keumumannya menjadi lemah, dan iapun siap dimasuki
pengkhususan yang lain, atau dimasuki oleh dalil yang lebih kuat
tingkat keumumannya dari hadits tadi.
Maka disini, hadits : "Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Al-
Fatihah". Menurut kami menjadi hadits umum yang terkhususkan, dan
pada saat itu juga hadits-hadits lain yang mengandung arti umum
tentang wajibnya diam dibelakang imam dalam shalat jahar menjadi
lebih kuat (tingkat keumumannya) dari hadits di atas.
Adapun hadits Al-Alaa'.
"Artinya : Barangsiapa yang tidak membaca Al-Fatihah maka shalatnya
tidak sempurna".
Maka hadits ini tidak marfu [1] kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, akan tetapi ia merupakan pendapat Abu Hurairah, ketika ia
menjawab dengan jawaban.
"Artinya : Bacalah dalam hatimu"
Dan kalimat : "Bacalah dalam hatimu", tidak bisa kita artikan
membaca sebagaimana lazimnya, yaitu membaca dengan memperdengarkan
untuk dirinya, dengan mengeluarkan huruf-huruf dari makhraj-makhraj
(tempat-tempaty) huruf.
Dan kalaupun kita dianggap bahwa maksudnya adalah membaca dalam
hatii sebagaimana bacaan imam dalam shalat sirriyah atau bacaan
ketika shalat sendiri. Maka pendapat seperti ini yang merupakan
pendapat Abu Hurairah, bertentangan dengan pendapat sebagian besar
shahabat, dimana mereka telah berselisih pendapat masalah ini.
Perselisihan ini bukan hanya terjadi setelah zaman para shahabat,
tapii perselisihan ini justru dimulai dari zaman mereka. Pendapat
Abu Hurairah inii harus dihadapkan dengan seluruh dalil yang
terdapat dalam masalah ini, tidak boleh hanya berdalil dengan
pendapat beliau saja, karena bertentangan dengan sebagian atsar para
shahabat yang justru melarang membaca Al-Fatihah di belakang imam
yang shalat jahar.
Adapun hadits.
"Artinya : Janganlah kalian membaca di belakang imam kecuali dengan
Al-Fatihah".
Kami berpendapat bahwa pengecualian ini ia merupakan suatu tahapan,
darii tahapan-tahapan syari'at.
Barangsiapa yang hanya berdalil dengan hadits ini, maka terdapat
perkara-perkara yang harus dia ketahui bagaimana ia bersikap
terhadap hadits-hadits tersebut. Diantaranya ialah perkataan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Janganlah kalian membaca", adalah
suatu larangan. Dan perkataan beliau : "Melainkan Al-Fatihah" adalah
pengecualian dari larangan tersebut. Apakah ini secara bahasa
pengecualian ini menjelaskan adanya kewajiban yang dikecualikan
(dalam hal membaca Al-Fatihah), atau hanya sekedar bolehnya ?
Masalah ini harus diteliti lebih dalam lagi. Pendapat yang kuat,
bahwa boleh membaca Al-Fatihah, bukan wajib.
Disamping itu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri adalah bahwa
orang yang mendapatkan ruku'nya imam berarti ia mendapatkan rakaat
tersebut.
Bagaimanapun juga, dalam masalah ini kami mempunyai suatu pendapat,
yang memperkuat pendapat jumhur, dan pendapat ini sama dengan
pendapat Imam Malik dan Ahmad. Dan Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa
pendapat ini adalah pendapat yang paling adil. Dan dalam hal ini
kami tidak ta'ashub (fanatik).
[Disalin dari buku Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Hafidzzhullah, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]
__________
Foote Note
[1]. Hadist Marfu' adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam,-pent
--
NADIE SAKURA E-SHOP
"Allah matlamat kami, Rasul pimpinan kami, Al-Quran perundangan kami,
jihad jalan kami, syahid cita-cita kami"
adiemad
013-2357442
http://www.adiemad.com/ver2
1. Pakaian muslimah seperti jubah, tudung, jubah seluar, jubah punjabi, dan
blouse.
2. Busana Muslimin
3. Buku-buku agama
4. CD Ceramah Agama dan bacaan Al-Quran
5. Bahan didikan untuk kanak-kanak (Islamik)
6. Info program-program Ilimiah di sekitar Lembah Klang.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan